pusat dapodik – Sebagai seorang guru, selain mengajarkan ilmu pengetahuan, Anda juga mengajarkan bagaimana menjadi orang yang baik. Maka untuk mewujudkan hal tersebut, guru selalu melaksanakan berbagai program di lingkungan sekolah.
Namun bagaimana bila generasi tersebut berada di rumah masing-masing? Atau ketika generasi bermain dengan teman-teman mereka? Sebab, guru bisa menjamin generasi saat bersama mereka.
Namun tugas itu selesai ketika generasi pulang dari sekolah. Saat itu, generasi mungkin merasa terpojok atau bahkan terpengaruh oleh berbagai penyakit mental saat ini. Salah satu sindrom yang cukup berbahaya adalah Victim Mentality Syndrome.
Apa itu Sindrom Mental Korban?
Sindrom Mental Korban merupakan kecenderungan pada anak dimana secara psikologis mereka selalu merasa sebagai korban.
Generasi yang mengidap sindrom ini tentu bisa berbahaya jika dibiarkan tumbuh dewasa. Tentu saja hal itu akan mempengaruhi kehidupannya di masa depan.
Selain itu, identifikasi sindrom semacam itu sangat sulit. Karena tidak terlihat dari perilaku fisiknya.
Ekspresi para penderitanya juga berbeda-beda. Beberapa histeris atau bahkan membahayakan nyawa mereka sendiri.
Perlu dicatat bahwa asal mula sindrom ada dalam jiwa individu, tentu saja, dari berbagai fenomena dan peristiwa.
Pada dasarnya, seorang anak pasti memiliki perasaan dan perasaannya sendiri. Perasaan tersebut terkadang malah berubah menjadi perasaan kecewa yang begitu parah hingga memiliki trauma tersendiri. Hal itulah yang menyebabkan anak merasa menjadi korban dan mengalami sindrom tersebut.
Perasaan seperti korban bisa dipicu karena perilaku orang tua, saudara, bahkan teman-teman sekitar. Pada awalnya, perasaan ini tampak seperti hal yang biasa.
Namun jika terus berlanjut akan berdampak pada anak sehingga mempengaruhi cara mereka bersosialisasi di masyarakat.
Strategi Menyelesaikan Sindrom Mental Korban
Agar sindrom tersebut tidak berlangsung lama menjangkiti siswa, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Diantaranya adalah:
1. Mendekati Siswa untuk Mengenal Sang Pencipta
Strategi pertama yang dapat dilakukan adalah guru berusaha menjalin komunikasi yang positif dengan siswa. Tentu saja, cara mendekatinya membutuhkan usaha ekstra. Generasi yang terkena sindrom ini bahkan rentan terhadap keterasingan.
Jadi guru harus mencari cara yang sealami mungkin untuk dekat dengan siswa.
Setelah berhasil mendekatinya, guru mencoba mengarahkannya untuk berdialog tentang kehidupan di sekitarnya dan beberapa fenomena yang selalu terjadi padanya.
Sebisa mungkin guru tidak menggunakan siswa sebagai contoh. Kemudian guru memasuki sesi untuk mengenalkan dasar kehidupan berupa agama.
Biasanya hal-hal yang berhubungan dengan penyakit jiwa memang lebih ampuh dan akan berhasil ditangani dengan pendekatan religi.
Buatlah percakapan yang menarik di mana siswa mulai memahami sifat hidupnya. Terutama dalam hal ibadah. Guru berusaha untuk selalu mengarahkan siswanya untuk dekat dengan Sang Pencipta dan melaksanakan ibadah semaksimal mungkin.
2. Guru Mengajarkan Siswa tentang Bersyukur
Selanjutnya, ajarkan siswa tentang rasa syukur. Dengan memiliki ini, mereka akan mengerti bahwa di balik rumitnya masalah mereka ternyata masih ada hal-hal positif yang ada pada diri siswa.
Anda bisa mengajaknya jalan-jalan virtual, misalnya dengan menunjukkan kehidupan masyarakat desa yang merasa kekurangan.
Bandingkan diri Anda dengan siswa yang memiliki keluarga lengkap dan keberuntungan lainnya. Kemudian memahami siswa tentang bagaimana mensyukuri hidup yang dimilikinya.
3. Guru Mengajarkan Siswa Tentang Pengampunan
Strategi selanjutnya adalah guru mengajarkan siswa tentang kegiatan memaafkan. Karena kegiatan ini penting.
Dengan memberi maaf, hati akan merasa lega dan lebih ikhlas dengan segala kejadian yang telah terjadi. Guru mengarahkan siswa untuk lebih memahami hikmah di balik setiap kejadian.
Bahkan, guru mengalihkan fokus siswa untuk lebih menghargai diri sendiri sesuai batasan. Hati-hati, terlalu mencintai diri sendiri juga tidak baik untuk kesehatan mental siswa. Bahkan membuat mereka sombong dan melihat manusia lain dalam keadaan yang tidak sempurna.
4. Guru mengajar Anak-anak tentang Penyelesaian Solusi
Pada dasarnya, individu selalu hidup berdampingan dengan masalah. Ini termasuk siswa yang memiliki sindrom. Namun, sifat kehidupan tidak boleh dikacaukan.
Sehingga alih-alih siswa berfikir berlebihan dengan masalah hidup mereka, lebih baik jika mereka bergegas mencari solusi untuk masalah mereka. Pada awalnya, mencari solusi tidaklah mudah.
Terutama bagi generasi muda. Era sekarang diibaratkan penuh dengan kenyamanan dan senang mencoba hal-hal baru. Nyatanya tidak demikian. Masa remaja merupakan masa percobaan dimana seseorang berusaha untuk menjadi lebih dewasa pada saat itu. Guru mengarahkan siswa untuk belajar memecahkan masalah.
Jika siswa sudah mulai dilatih dengan problem solving, maka mereka akan dengan mudah memaknai kehidupan. Hal ini berbeda dengan generasi yang tidak mengerti bagaimana menyelesaikan masalah.
Mereka harus merasa seolah-olah tidak memiliki semangat juang dan lebih mudah menyerah dan kehilangan semangat. Bahkan motivasi dalam dirinya sudah mulai memudar. Ini bahkan lebih berbahaya jika ketidakmampuan dalam memecahkan masalah berlanjut hingga dewasa. Jangan dikira, mahasiswa salah total.
Orang tua juga dapat berkontribusi pada ketidakmampuan siswa untuk memutuskan sesuatu atau memecahkan solusi. Di masa kecilnya, anak-anak ini sering dimanjakan dan dibela.
Hingga ketika beranjak dewasa dan melakukan kesalahan, ia seolah merasa apa yang dilakukannya adalah benar dan malah menyalahkan orang lain. Masalah seperti ini malah menjadi bahaya tersendiri jika tertanam dalam jiwa hingga dewasa.
5. Guru Ajari Siswa Lebih Pandai Mengatur Emosi
Strategi selanjutnya adalah siswa diajarkan untuk dapat mengelola emosi yang ada dalam dirinya. Terutama berurusan dengan individu yang secara terbuka mengecewakannya. Dengan kemampuan mengelola informasi ini, mereka akan lebih diuntungkan di masa depan.
Bahkan emosi yang bisa dikendalikan nantinya akan membuat siswa selalu berpikir jernih saat menghadapi dan memecahkan masalah.
6. Guru Mengajar Siswa untuk Saling Membantu
Strategi lainnya adalah selalu mengajak siswa untuk dapat membantu orang lain.
Sebisa mungkin Anda mengarahkan siswa untuk lebih terlibat dengan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh mereka. Hal ini juga membuat siswa memiliki kemampuan untuk membantu orang lain.
Nah, itulah ulasan tentang Victim Mentality Syndrome dan beberapa strategi untuk mengatasinya. Semoga ulasan ini bisa menjadi referensi bacaan terbaik dimanapun dan kapanpun Anda berada.
Diharapkan guru dapat menjadi aktor utama dan membantu generasi untuk memecahkan masalah tersebut. Salam pendidikan!