pusat dapodik – Dewasa ini, masalah moral dan pendidikan karakter perlu mendapat perhatian khusus. Alasannya adalah, seiring berjalannya waktu, beberapa generasi menjadi lebih buruk dan lebih buruk. Kemunduran karakter seolah menjadi hal yang wajar dan menjadi tren.
Jika dibiarkan, dikhawatirkan generasi akan kehilangan peran sejatinya sebagai pembawa perubahan peradaban.
Mengapa demikian? Untuk mengubah diri menjadi lebih baik, diperlukan semangat juang yang tinggi, apalagi ingin mengubah negeri ini ke arah yang lebih baik.
Padahal, kata bapak pendiri bangsa, Ir. Soekarno mengklaim hanya dengan menghadirkan 10 pemuda saja sudah mampu mengguncang dunia.
Analogi ini sangat cocok untuk disematkan pada generasi muda, khususnya generasi mahasiswa karena sesungguhnya mereka adalah penerus peradaban.
Nah, berikut beberapa variasinya: masalah siswa yang harus dipahami oleh guru. Hal ini penting agar guru dapat berkontribusi menjadi pemandu bagi siswa untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik.
1. Kelalaian Tanggung Jawab
Masalah pertama adalah banyak generasi yang lalai dari tanggung jawab mereka sebagai siswa dan anak-anak dari orang tua mereka.
Tanggung jawab utama semua manusia adalah belajar. Karena segala sesuatu di dunia perlu dipelajari. Tak terkecuali bagi mahasiswa. Namun, seiring berjalannya waktu, fenomena belajar seolah menjadi fakta yang langka.
Belajar terkadang bukan menjadi trend utama dikalangan siswa. Mereka lebih disibukkan dengan bermain game dan smartphone.
Memang keberadaan dua benda canggih ini tidak bisa dipungkiri. Bahkan, banyak yang mengklaim bahwa keduanya jika digunakan dengan benar dapat digunakan untuk mempelajari sesuatu yang baru.
Namun fenomena pemanfaatannya sebagai bahan ajar sangat jarang dibandingkan dengan pemanfaatannya sebagai hiburan semata.
Akibatnya, kondisi tersebut membuat generasi sekarang terkadang tidak bertanggung jawab atau bahkan lalai dengan tugas yang diberikan kepada mereka.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka akan terbentuk mentalitas generasi muda yang hanya berpikir mencari kenyamanan dan kehilangan usahanya.
Lantas, bagaimana negeri ubu bisa dibangun dengan generasi yang hanya berdiam diri dan sibuk mencari hiburan?
2. Mudah Berbohong
Di sisi lain, selain melalaikan tanggung jawabnya, generasi sekarang, khususnya mahasiswa, suka berbohong.
Awalnya hanya kebohongan ringan sehingga dampak negatifnya tidak terlihat. Namun, jika ini terus berlanjut, siapa yang akan menjamin bahwa mereka dapat menghindari kebohongan?
Padahal, pondasi karakter siswa yang baik adalah keberanian untuk jujur dan apa adanya. Menumbuhkan kebohongan sejak kecil, terutama di lingkungan sekolah, akan menghambat pemikiran mereka dan membuat mereka tidak bertanggung jawab.
Dewasa ini banyak sekali fenomena siswa yang suka berbohong bahkan kepada orang tua dan gurunya. Sedih, bukan?
3. Semangat pesimis
Kondisi lain yang membuat miris adalah seringnya muncul semangat pesimis. Seringkali siswa merasa mereka tidak dapat melakukan sesuatu bahkan sebelum mereka mencoba. Padahal, usia generasi dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi merupakan masa keemasan.
Dimana pada usia tersebut seharusnya mereka sudah melompat lebih potensial dan berani menghadapi kegagalan. Sederhananya, bentuk optimis mereka harus mengarah ke arah yang lebih baik. Bahkan tidak memudar.
Bahayanya lagi, semangat pesimis mewabah dan hanya tidak dirasakan oleh satu sampai dua mahasiswa. Pesimisme bahkan bisa menjalar ke sebuah lembaga pendidikan jika tidak segera ditanggulangi.
Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan sering mengadakan program motivasi bersama, agar siswa terlatih memiliki semangat yang besar dan terus menumbuhkan sifat optimis.
4. berhenti
Selain pesimis, salah satu permasalahan yang dihadapi guru adalah rentannya semangat siswa. Seringkali mereka pesimis dan akhirnya menyerah pada keadaan. Akibatnya, siswa kurang mengeksplor dirinya sendiri. Padahal, ada banyak kompetisi dan tambahan ilmu selain sekolah yang bisa mereka pelajari.
Dengan memori yang lebih tinggi, seharusnya membuat mereka mampu menyerap lebih banyak pengetahuan. Namun sayangnya, kondisi ini akan sangat sulit terjadi jika generasi sekarang justru berfokus pada ketidakberdayaan yang mereka rasakan. Bahkan ada faktanya, karena menyerah, prestasi mereka menurun.
5. Tingkat Kekuatan Pertarungan Rendah
Memiliki jiwa pesimis dan rasa menyerah akan menyebabkan tingkat daya juang seseorang menjadi rendah. Dengan tingkat yang rendah ini, tentunya kehidupan dan proses belajar yang dilakukan oleh siswa tidak akan banyak mengalami peningkatan.
Sebab, sebagian dari mereka tidak lagi memiliki keinginan untuk melawan. Kondisi generasi dengan daya juang rendah seperti sekarang ini, sangat jauh berbeda dengan kondisi para pemuda sebelumnya yang memiliki daya juang tinggi.
6. Suka Mengikuti Tren Negatif
Masalah lain yang mereka miliki adalah generasi yang rentan mengikuti berbagai tren negatif yang dapat diakses secara bebas di berbagai media sosial seperti Instagram, Facebook dan berbagai lainnya. Misalnya tren tawuran, suka sesama jenis, pamerdan masih banyak tren yang mengarah ke arah negatif lainnya.
Jika di sekolah, tentu lembaga pendidikan tetap bisa memastikan siswa tidak boleh mengakses internet saat pembelajaran. Sehingga konsumsi internet mereka mengenai trend tidak terlalu banyak. Namun, bagaimana dengan pengkondisian akses internet di rumah? Sebaiknya dibuat peraturan serupa atau bisa dengan membantu guru BK untuk berkoordinasi.
7. Mudah Diindoktrinasi
Selain mudah mengikuti tren negatif, generasi sekarang lebih cenderung mengikuti apa yang telah diajarkan kepada mereka daripada bertanya lagi dan mencari kebenaran data.
Namun, tampaknya fenomena saat ini justru sebaliknya. Siswa lebih percaya pada teman tepercaya mereka yang dapat memberikan banyak doktrin negatif.
Salah satu doktrin negatif yang mudah dipercaya adalah “dapatkan impianmu seketika”. Memang hal ini tidak jelas, namun nampaknya mulai merugikan karena banyak siswa yang sudah terjangkit doktrin yang sudah mendarah daging ini.
8. Penuh Ketidakamanan
Masalah terakhir dan paling sering dirasakan oleh siswa adalah mereka merasa memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi. Mereka mulai mempertanyakan kondisi kekurangan mereka sendiri tanpa mencoba apa yang ada dan muncul di depan mata mereka.
Kondisi ini sangat rentan, membuat siswa tidak mampu melihat semua potensi yang ada di depan karena merasa tidak layak sebelum mencoba.
Itulah sejumlah masalah kemahasiswaan yang saat ini dialami oleh sebagian besar mahasiswa di negeri ini. Selain permasalahan yang telah dijelaskan, tentunya masih banyak hal yang masih menjadi permasalahan namun masih belum dapat diurai. Masalah tersebut bukan hanya masalah perenungan, tetapi perlu didiskusikan agar terwujud solusi yang nyata.