pusat dapodik – Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia mengalami banyak perubahan. Salah satu yang paling signifikan adalah hadirnya Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim. Dengan filosofi yang berfokus pada pembelajaran yang lebih fleksibel dan menekankan pada pengembangan karakter, kurikulum ini menawarkan pendekatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik di era modern.
Namun, dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, muncul pertanyaan besar di kalangan akademisi, praktisi pendidikan, dan bahkan masyarakat umum: akankah deep learning, atau pembelajaran mendalam berbasis kecerdasan buatan, bisa menggantikan Kurikulum Merdeka? Dalam hal ini, tokoh pendidikan seperti Abdul Mu’ti memiliki pandangan menarik yang bisa membantu kita memahami bagaimana deep learning dapat berperan di masa depan pendidikan Indonesia, tanpa harus menggantikan kurikulum yang telah ada.
Apa Itu Deep Learning?
Sebelum kita membahas lebih lanjut, ada baiknya kita memahami apa itu deep learning. Deep learning adalah cabang dari kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan mesin belajar dari data dalam jumlah besar, sehingga mampu mengenali pola dan melakukan prediksi atau pengambilan keputusan dengan akurasi tinggi. Dengan kata lain, deep learning membantu komputer untuk belajar dari data dan meningkatkan kemampuan seiring bertambahnya data yang diproses.
Dalam dunia pendidikan, deep learning berpotensi membantu dalam beberapa hal, mulai dari personalisasi pembelajaran, identifikasi kebutuhan khusus siswa, hingga analisis kemampuan secara mendalam. Namun, apakah teknologi ini benar-benar dapat menjadi sistem yang sepenuhnya menggantikan kurikulum?
Kurikulum Merdeka dan Filosofinya
Sebelum menjawab pertanyaan besar tersebut, kita juga perlu memahami esensi dari Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dibangun dengan tiga tujuan utama:
- Kebebasan dalam belajar: Memberikan fleksibilitas bagi siswa untuk belajar sesuai minat dan potensi masing-masing.
- Pembelajaran kontekstual: Kurikulum Merdeka dirancang agar pembelajaran relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga mereka dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajari secara nyata.
- Pengembangan karakter: Menekankan pada pendidikan karakter dan pembentukan nilai-nilai seperti kolaborasi, integritas, dan sikap kritis.
Salah satu karakteristik penting dari Kurikulum Merdeka adalah menekankan pada interaksi manusia, pengembangan soft skill, dan kesadaran akan realitas sosial, yang mana semua aspek ini memerlukan keterlibatan langsung dari tenaga pendidik dan lingkungan belajar yang aktif.
Tantangan Penerapan Deep Learning dalam Pendidikan
Meski deep learning menawarkan potensi luar biasa, penerapannya di bidang pendidikan tidaklah mudah. Ada beberapa tantangan utama yang perlu dipertimbangkan:
- Data dan Privasi: Deep learning membutuhkan data dalam jumlah besar. Di sisi lain, data siswa termasuk informasi yang sangat sensitif. Pengumpulan dan pemrosesan data tersebut harus mengikuti regulasi yang ketat untuk melindungi privasi siswa.
- Ketergantungan pada Teknologi: Jika sistem deep learning diterapkan secara menyeluruh, ada risiko siswa terlalu bergantung pada teknologi. Ini bisa mengurangi kemampuan mereka untuk belajar melalui pengalaman nyata dan interaksi sosial.
- Minimnya Interaksi Personal: Sistem deep learning mungkin bisa menilai kemampuan siswa berdasarkan pola belajar mereka, tetapi sulit untuk memahami aspek emosional dan kepribadian siswa yang hanya bisa dinilai melalui interaksi langsung dengan guru dan teman sekelas.
- Keterbatasan Infrastruktur: Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki infrastruktur teknologi yang memadai. Penerapan deep learning secara nasional akan membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur teknologi pendidikan.
Rencana Abdul Mu’ti: Memadukan Teknologi dengan Nilai-Nilai Pendidikan
Abdul Mu’ti, sebagai seorang tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh besar di Indonesia, melihat bahwa teknologi seperti deep learning sebaiknya tidak menggantikan kurikulum yang ada, melainkan menjadi pelengkap yang memperkaya proses belajar mengajar. Dalam beberapa wawancaranya, beliau sering kali menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan, dan teknologi hanya akan berperan optimal bila dipadukan dengan pendekatan manusiawi.
1. Menerapkan Deep Learning sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti
Abdul Mu’ti berpendapat bahwa deep learning bisa digunakan untuk membantu guru dalam memahami pola belajar siswa, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan siswa secara lebih cepat, serta memberikan rekomendasi pembelajaran yang lebih personal. Namun, deep learning tetap harus menjadi alat bantu bagi tenaga pendidik, bukan menggantikan mereka.
Dengan sistem ini, guru akan lebih mudah mengidentifikasi siswa yang membutuhkan bantuan khusus atau materi tambahan. Guru akan tetap berperan penting dalam memberikan arahan, mendampingi siswa, dan membantu mengembangkan karakter serta keterampilan sosial mereka.
2. Menggunakan Teknologi untuk Pembelajaran Inklusif
Abdul Mu’ti juga menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif dan aksesibel bagi semua anak, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus. Dengan bantuan deep learning, sekolah bisa menyediakan konten yang lebih inklusif, seperti materi pembelajaran yang dirancang khusus untuk siswa dengan disabilitas. Deep learning memungkinkan adanya personalisasi konten pembelajaran sesuai dengan kebutuhan setiap siswa.
3. Menjaga Pendidikan Karakter dan Etika
Teknologi tidak bisa mengajarkan nilai-nilai etika atau membentuk karakter siswa dengan sempurna. Menurut Abdul Mu’ti, pendidikan karakter tetap menjadi tanggung jawab utama guru dan lingkungan sosial sekolah. Deep learning bisa membantu dalam menganalisis perilaku belajar siswa, tetapi aspek etika, seperti kejujuran, kerja sama, dan rasa tanggung jawab, tetap perlu ditanamkan melalui interaksi langsung dan pengalaman nyata.
4. Peningkatan Kualitas Guru
Abdul Mu’ti juga mengusulkan agar guru mendapatkan pelatihan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi deep learning. Dengan pemahaman yang lebih baik, guru bisa mengoptimalkan teknologi ini dalam proses belajar mengajar tanpa kehilangan sentuhan personal yang tetap dibutuhkan siswa. Guru yang berkompeten dalam teknologi dapat berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang lebih adaptif dan relevan bagi kebutuhan siswa di era digital ini.
Kesimpulan: Deep Learning dan Kurikulum Merdeka, Kolaborasi Masa Depan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa deep learning tidak akan menggantikan Kurikulum Merdeka, tetapi memiliki potensi besar untuk memperkaya pendidikan di Indonesia. Kurikulum Merdeka yang menekankan pada fleksibilitas, relevansi, dan pendidikan karakter masih sangat relevan dan menjadi pondasi yang kuat bagi pengembangan generasi penerus bangsa. Teknologi, termasuk deep learning, hanyalah alat yang akan membantu memperkuat tujuan kurikulum tersebut, bukan menggantikannya.
Dengan pendekatan yang diajukan oleh Abdul Mu’ti, kita bisa melihat masa depan pendidikan Indonesia yang memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk mendukung proses belajar yang lebih personal dan inklusif, sambil tetap menjaga aspek kemanusiaan dan karakter yang menjadi jiwa pendidikan.