Kemerdekaan Indonesia dicapai dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar, salah satu upaya memperjuangkan kedaulatan Indonesia adalah dengan melakukan perundingan-perundingan. Salah satu perundingan yang dilakukan adalah tercapainya Perjanjian Renville.
Namun, tidak semua jalan diplomasi lewat perundingan berjalan dengan baik dan dapat memberikan dampak positif bagi indonesia. Contohnya saja pada Perjanjian Renville yang dihasilkan lebih condong memberikan dampak negatif pada pemerintahan Indonesia kala itu. Meskipun selalu ada dampak positif yang dapat diambil dari semua peristiwa.
Perjanjian Renville dilakukan dan berhasil membuat gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia tercapai. Lalu bagaimana latar belakang sampai terjadinya Perjanjian Renville tersebut? Siapa sajakah tokoh yang berperan dalam perundingan tersebut? Dan bagaimana dampaknya bagi kedaulatan Indonesia?.
Simak ulasan berikut untuk memahami sejarah Perjanjian Renville beserta isi perundingan, tokoh yang berperan serta dampaknya bagi Indonesia kala itu.
Latar Belakang terjadinya Perjanjian Renville
Perundingan Renville dilaksanakan pada tanggal 8 desember 1947 hingga 17 januari 1948, bukan waktu yang sedikit untuk mencapai sebuah kesepakatan terkait Kemerdekaan Indonesia.
Perjanjian Renville merupakan hasil perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang dilakukan di atas kapal perang Amerika Serikat, yang pada saat itu berlabuh di Jakarta. Oleh kerana itulah kesepakatan yang dihasilkan dalam perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville.
Sebelum tercapainya perjanjian Renville, Indonesia –Belanda telah terlebih dahulu melakukan Perjanjian Linggarjati. Namun, karena konflik antara Belanda dan Indonesia masih terus memanas dan yang menyebabkan masing-masing pihak saling menuduh melanggar perjanjian Linggarjati, maka tercetuslah perundingan lebih lanjut yang akhirnya menjadi Perjanjian renville.
Sebelumnya ada Perjanjian Linggarjati 11 hingga 13 November 1946 kedua belah pihak telah menyepakati berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun ternyata Belanda hanya ingin mengakui kedaulatan RIS atas Jawa dan Madura saja.
Belanda yang kemudian meluncurkan serangan pada 21 Juli 1949 hingga 5 Agustus 1947 yang kemudian dikenal dengan Agresi Militer Belanda I. Peristiwa tersebut kemudian mendapat perhatian dari dunia Internasional. Dewan keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian menawarkan menjadi pihak netral untuk melakukan mediasi antara Indonesia dan Belanda.
Hal tersebut kemudian menghasilkan pembentukan Komisi Tiga Negara yang disebut dengan Good offices Committee (GOC). Ketiga negara tersebut dipilih oleh ketiga pihak baik Indonesia, Belanda ataupun Amerika Serikat sebagai pihak ketiga. Yang menjadi anggota dari tiga negara tersebut yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak ketiga.
Komisi Tiga Negara mulai efektif pada 1 November 1947, dimana mereka tidak hanya berperan dalam bidang politik tetapi juga di bidang militer. Karena pada saat itu kontak senjata masih terjadi antara Indonesia dan Belanda. Sehingga KTN berusaha mengadakan pertemuan kembali utk mengakhiri pemerintahan Indonesia dengan Belanda.
Selanjutnya atas usul tersebut kedua belah pihak menginginkan untuk mengadakan perundingan di tempat yang netral. Pemerintah Amerika Serikat lalu mengusulkan agar perundingan diadakan diatas kapal Renville yang pada saat itu aish berlabuh di Hongkong. Namun kemudian pada 1948 kapal Renville berlabuh di Teluk Jakarta dan perjanjian Renville diadakan.
Kemudian pada 29 Agustus 1947 Belanda mengumumkan Garis Van Mook yaitu sebagai tanda batas wilayah yang mereka kasih pada saat gencatan senjata. Namun dalam garis batas tersebut Indonesia hanya mempunyai sepertiga dari wilayah pulau Jawa dan sebagian besar dari Sumatera. Sehingga membuat posisi Indonesia kesulitan.
Isi Perjanjian Renville
Meskipun melewati waktu yang panjang dan cukup alot, akhirnya kesepakatan antara Indonesia dan Belanda dihasilkan dalam tiga poin utama, dalam isi perjanjian Renville yaitu:
- Belanda hanya mengakui sebagian wilayah Indonesia yaitu Jawa Tengah, yogyakarta dan Sumatera sebagai wilayah RI
- Disepakatinya garis demarkasi yaitu garis batas antara wilayah RI dengan darah pendudukan wilayah Belanda
- TNI harus ditarik mundur dari kantong-kantong RI di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur, untuk kemudian masuk ke wilayah RI di Yogyakarta.
Berdasarkan isi Perjanjian renville poin ketiga tersebut pasukan TNI yang diperintahkan mundur ke Yogyakarta, menmbuat wilayah RI semakin sempit, sehingga dinilai semakin merugikan posisi Indonesia.
Tokoh yang berperan dalam Perjanjian Renville
Pertemuan antara Indonesia Belanda dan perwakilan KTN yang dilakukan pada 8 Desember 1947 dihadiri oleh tokoh penting dari pihak-pihak tersebut. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah:
- Perwakilan Indonesia adalah Amir Syarifudin sebagai ketua, dan Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len dan Nasrun.
- Perwakilan dari Belanda adalah R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo sebagai ketua, dan Mr.H.A.L. Van Vredenburgh, Dr. P.J. Koets, Mr. Dr. Chr. Soumokil.
- Perwakilan dari KTN sebagai mediator, PBB diwakili oleh Frank Graham dari AS, Paul Van Zeeland dari Belgia, Richard Kirby dari Australia.
Dampak Perjanjian Renville
Perjanjian Renville yang akhirnya ditandatangani pada 17 januari 1948 dinilai cukup merugikan bagi pihak Indonesia karena menyebabkan wilayah Indonesia semakin sempit. Namun kendati demikian terhadap dampak positif yaitu membuat dunia Indoternasional lebih memperhatikan Indonesia dan membuat Belanda semakin terdesak.
Sedangkan dampak negatif yang didapat Indonesia dari Perjanjian Renville antara lain adalah sebagai berikut.
- Indonesia semakin kehilangan wilayahnya karena adanya kesepakatan garis Van Mook yang diakui sebagai wilayah Belanda
- Wilayah Indonesia semakin sempit
- Terjadi perpindahan TNI dari pusat pemerintahan di Yogyakarta
- Memicu terjadinya pemberontakan DI/TII
- Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin yang kemudian diganti dengan Moh. Hatta
- Terkepungnya wilayah Indonesia membuat belanda memblokade ekonomi Indonesia
- Perubahan Negara Kesatuan republik Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat