Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia adalah Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kerajaan Tarumanegara didirikan sekitar abad ke 5 Masehi dan rajanya yang terkenal bernama Purnawarman. Sumber sejarah keberadaan Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri terdapat tujuh prasasti, yaitu Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, dan Prasasti Cidanghiang. Dalam Prasasti Ciaruteun terdapat empat baris kalimat. Di atas batu ini juga terdapat lukisan lebah dan sepasang kaki. Prasasti ini berbunyi “Inilah tanda-tanda dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, kaki bangsawan Purnawarman, raja negeri Taruma, raja paling berani di dunia.”
Diduga nama asli Kerajaan Taruma adalah Kerajaan Aruteun. Hal ini sesuai dengan catatan sejarah Tiongkok, bahwa negeri Ho-lo-tan (Aruteun) di She-po (Jawa) mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun 430, 437 dan 452 Masehi. Setelah terpengaruh budaya India, nama Aruteun diubah menjadi Taruma yang diambil dari nama suatu daerah di India Selatan. Perubahan nama ini diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-5 Masehi. Sejak abad ke-6 M, nama Ho-lo-tan (Aruteun) tidak lagi disebutkan. Sebagai gantinya muncul nama To-lo-mo (Taruma) yang mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun 528, 535, 630 dan 669 Masehi.
Prasasti Jambu atau Prasasti Pasir Koleangkak ditemukan di Bukit Koleangkak, sekitar 30 km sebelah barat Kota Bogor. Prasasti tersebut berbunyi: “Pemberani, terpuji dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia tiada tara, Sri Purnawarman yang termasyhur, yang memerintah di Taruma dan baju besinya tidak dapat ditembus oleh senjata musuh. Inilah sepasang jejak kaki yang selalu berhasil menyerang. kota-kota musuh, dihormati oleh para pangeran, namun menjadi duri dalam daging musuh-musuhnya.”
Prasasti Tugu ditemukan di Desa Tugu Cilincing, Jakarta. Prasasti Tugu ini merupakan prasasti terpanjang dan terpenting peninggalan Raja Purnawarman. Tulisannya dipahat pada batu bulat panjang. Isinya menyebutkan tentang penggalian terusan Gomati yang panjangnya 6.112 tombak atau kurang lebih 11 km. Penggalian kanal ini dilakukan pada tahun ke-22 masa pemerintahan Raja Purnawarman. Penggalian dilakukan dalam waktu 21 hari. Setelah terciptanya sungai
selesai perayaannya. Dalam perayaan tersebut, Raja Purnawarman memberikan hadiah berupa 1.000 ekor lembu kepada para brahmana. Selain itu, Prasasti Tugu juga menyebutkan adanya penggalian saluran Candrabhaga. Menurut Prof Dr Poerbatjaraka, saluran Candrabhaga adalah Sungai Bekasi sekarang.
Prasasti tugu ini merupakan prasasti pertama yang menyebutkan tanggal, namun tidak disebutkan tahunnya. Bulan yang disebutkan adalah phalguna dan caitra, yaitu nama bulan yang bertepatan dengan bulan Februari dan April.
Pembangunan saluran Candrabhaga diduga untuk mengatasi bahaya banjir yang kerap melanda wilayah Bekasi. Prasasti tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat Tarumanegara hidup dari pertanian dan beternak. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan raja menghadiahkan 1.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten ditulis dengan huruf keriting dan hingga saat ini belum dapat dibaca. Selain itu juga terdapat gambar telapak kaki. Prasasti Cidanghiang ditemukan pada tahun 1947 dan memuat dua baris kalimat. Isinya adalah “Inilah (tanda) kepahlawanan, keagungan dan keberanian sejati raja dunia Yang Mulia Purnawarman yang menjadi panji segala raja”.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan telah berakhir pada abad ke-7 Masehi. Pasalnya sejak abad tersebut belum ada kabar yang bisa dikaitkan dengan nama rajanya. Menurut Ir. JL Moens dari Prasasti Kota Kapur ± 686 M di Pulau Bangka, runtuhnya Kerajaan Tarumanegara pada akhir abad tersebut disebabkan oleh perluasan kekuasaan Sriwijaya. Mengenai letak ibu kota Tarumanegara dan istananya masih belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan perkiraan Prof. Dr. Poerbatjaraka, Istana Taruma terletak di kawasan Bekasi dengan alasan kalau dalam kata orang Sungai Chandrabhaga menjadi Sasihbaga yang lambat laun berubah menjadi Baga Sasih dan terakhir Bekasi. Di kawasan Bekasi, selama beberapa tahun terakhir, banyak ditemukan peralatan prasejarah seperti pahat batu dan kapak serta pecahan pot. Selain benda-benda prasejarah, ada juga benda-benda yang berumur jauh setelah zaman Batu Baru dan Zaman Besi-Perunggu. Tak jauh dari Bekasi, yakni di Cibuaya, Rengasdengklok, pada tahun 1952 ditemukan kawasan Wisnu yang diperkirakan berumur lebih dari abad ke-7, sehingga kemungkinan kawasan tersebut berasal dari masa Tarumanegara.
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan mengenai Sejarah Singkat Terbentuknya Kerajaan Tarumanegara di Indonesia. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan sumber literatur dalam mengerjakan tugas. Sampai jumpa di postingan selanjutnya.