Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) – Puluhan siswa Sekolah Sekolah Dasar (SDN) Kolit dari Dusun Lewomudat, Desa Waipaar, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) setiap hari menempuh jarak 3 kilometer melewati hutan dan menyeberangi Sungai Tilu Ping untuk bersekolah.
Mereka meminta Presiden Jokowi membangun jalan dan jembatan di wilayah mereka. Pasalnya, saat musim hujan tiba, mereka sangat sulit menyeberangi sungai apalagi banjir. Akhirnya mereka tidak dapat melaksanakan kegiatan belajar di sekolah.
Sungai Tilu Ping berjarak dua kilometer dari Kampung Lewomudat dan lebarnya 50 meter. Saat musim hujan, kondisinya selalu tergenang air. siswa terkadang tidak masuk sekolah karena takut terbawa suasana.
Salah seorang siswa, Stefanus Nong Roni (11), siswa kelas V SDN Kolit, mengaku sering mengalami kondisi tersebut.
“Bahkan jika hujan tidak berhenti otomatis mereka tidak sekolah karena takut tersapu banjir saat melintasi Sungai Tilu Ping,” ujarnya, Senin (3/4/2023).
Roni dan kawan-kawan berharap Presiden Jokowi bisa membantu membangun jalan dan jembatan ke desanya.
Hal senada juga diungkapkan Maria Noviana Male, siswi kelas V SDN Kolit yang mengeluhkan puluhan tahun tidak menikmati akses jalan yang layak.
“Kami harus menempuh jarak 3 kilometer dengan berjalan kaki ke sekolah,” kata Maria.
Maria menambahkan, ketiadaan jembatan penghubung di Sungai Tilu Ping menyulitkan mereka saat musim hujan. “Kalau hujan berkepanjangan, kami tidak sekolah karena takut terbawa arus sungai,” tambahnya.
Juga sangat sulit, apalagi akses jalan tidak bisa dijangkau kendaraan roda dua atau empat.
Kondisi ini pun membuat para orang tua siswa khawatir, setiap hari para orang tua siswa harus mengantar anaknya ke bantaran sungai, setelah menyebrangi anaknya ke bantaran sungai.
Mereka kembali ke rumah dan menunggu sampai waktu sekolah, mereka kembali ke sungai untuk menjemput anak-anak mereka.
Sementara itu, guru SD Kolit, Lazarus Pala, mengatakan ada 43 siswa di sekolahnya, 11 di antaranya adalah siswa dari Dusun Lewomudat, Desa Waipaar yang setiap hari berjalan kaki sejauh 3 kilometer melintasi sungai.
“Kesulitan akses ini membuat siswa dari Dusun Lewomudat sering terlambat ke sekolah. Tapi kami paham itu karena mereka harus menempuh perjalanan jauh,” kata Lazarus.
Pihak sekolah, kata dia, mengimbau kepada orang tua agar tidak membiarkan anak sekolah menyeberangi sungai sendirian saat berangkat ke sekolah.
“Kondisi SDN Kolit sangat memprihatinkan, atap empat ruang kelas bocor, saat hujan air otomatis masuk dan menggenangi ruang kelas,” ujarnya.
Ia berharap Pemkab Sikka memperhatikan kondisi anak sekolah yang setiap hari berjalan kaki dan menyeberangi sungai karena masalah akses jalan dan jembatan.